Peringkat
Latar/Setting Novel Tunggak Tunggak Jati
Latar
Tempat
Latar tempat pada novel Tunggak-Tunggak Jati – secara implisit – terdapat pada provinsi
Jawa Timur, tepatnya pada kota - secara implisit - Tulungagung. Penganalisis
dapat menyimpulkan bahwa provinsi yang menjadi latar tempat novel Tunggak-Tunggak Jati dikarenakan tokoh
yang ada pada novel menggunakan dialek Jawa Timuran, dibuktikan dengan adanya
kutipan berikut:
“Kangmasmu saiki dadi wong pangkat sa-Jawa Timur. Apa iya
kowe trima arep dadi gundhike Cina. Pikiren ta. Aja mbregudhul kaya karepmu
dhewe. Nek kangmasmu nganti krungu, saiba dukane.”
Kutipan yang lain, “Byangane ki. Lanang dhewe tah kowe,
mandhor dhongkol?”
“Cangkemmu aja angger mangap, Tam.
Dupeh kowe dadi waker anyaran kuwi ta njur ngablak sapenake.” Cuh! Lauri idu.
“Gak ngelmu gak cekeremes. Pokoke
ngakuwa, kowe mentas saka ngendi?”
Dialek Jawa Timuran juga tampak pada
kutipan percakapan Lien Nio, “Lauri, lan kowe Kastam! Padha eneng apa wong-wong
iki?”
Sedangkan kota Tulungagung
sebagai latar tempat yang lebih mendetil dikarenakan adanya dusun Kalidawir, Kaliwirang, Parijatah, dan Alas Tirtaganda. Diantara lokasi-lokasi
diatas, latar tempat novel Tunggak-Tunggak
Jati – memiliki unsur latar tempat – lokasi tertentu, yakni rumah Tan Bian
Biau, Alas Tirtaganda, rumah Karmodo, rumah Suwaji, jalan desa, dan rumah
Salmah.
Pelukisan tempat pada novel Tunggak-Tunggak Jati menyaran pada sifat kedaerahan, atau berupa
pengangkatan suasana daerah. Daerah yang dimaksud pada novel ini adalah daerah
pedesaan yang sebagian wilayahnya adalah ladang milik negara yang biasanya
ditanami macam-macam tanaman, terutama pohon jati. Pengangkatan suasana
kedaerahan pada novel ini menyebabkan latar tempat menjadi sesuatu yang
bersifat khas, tipikal, dan fungsional. Ia akan mempengaruhi pengaluran dan
penokohan, dan karenanya menjadi koheren dengan cerita secara keseluruhan(Burhan
Nurgiyanta, Teori Pengkajian Fiksi: 228).
Apabila latar tempat diganti nama
menjadi kota/desa lain di Jawa tidak akan menciptakan cerita novel Tunggak-Tunggak Jatii, karena novel ini
tercipta karena unsur tempat memang terdapat banyak pohon Jati yang pada saat
itu terjadi penggelapan kayu besar-beasran(ada hubungannya dengan latar waktu).
Dengan demikian, cerita novel Tunggak-Tunggak
Jati terasa nyata ketika dibaca – walaupun tokohnya (mungkin) fiktif - ,
karena penggambaran tempat oleh pengarang dibuat secara detil.
Latar
Suasana
Latar suasana novel Tunggak-Tunggak Jati menyaran pada
pembauran etnis Cina dan Etis Jawa. Etnis Cina digambarkan melalui tokoh-tokoh
yang bernama Tan Bian Biau, Lien Nio, Siau Yung dan Ing Liem. Sedangkan etnis
Jawa digambarkan dengan tokoh-tokoh Karmodo, bapak dan ibu Karsonto, Karsini,
Kastam, Lauri, Jumanan, Pak Mujahit, Sauji dsb.
Pada
novel Tunggak-Tunggak Jati terdapat
konflik diantara kaun tua dari masing-masing etnis. Kaum tua dari etnis Cina,
yaitu Tan Bian Biau yang menganggap etnis Jawa adalah kaum jongos yang tergantung dengan majikan(etnis Jawa), serta patut
untuk di injak-injak. Bahkan Tan Bian Biau tidak pernah mengenalkan atau
mempertemukan Lien Nio kepada keluarga dari ibunya yang berasal dari etnis Jawa.
Tan Bian Biaupun murka ketika Lien Nio mempunyai hubungan dengan Karmodo,
hingga akhirnya Karmodo diusir dari rumah Tan Bian Biau.
Kaum
tua dari etnis Jawa adalah bapak dan ibu Karsonto yang menganggap etnis Cina
adalah kaum yang kikir, serakah, dan licik. Hal ini dibuktikan ketika bapak dan
ibu Karsonto hendak berhenti bekerja di rumah Tan Bian Biau, mereka harus
meninggalkan Karsini sebagai balas budi mereka kepada Tan Bian Biau. Pemikiran
bapak dan ibu Karsontopun menjadi anti terhadap Cina, bahkan bapak dan ibu
Karsonto melarang Karsini berhubungan dengan Ing Liem.
Pandangan
kaum tua dapat diubah oleh kaum muda dari masing-masing etnis. Kaum muda dari
etnis Cina dapat terlihat melalui Lien Nio yang tidak mengakui bahwa dirinya
etnis Cina adalah dengan selalu berpakaian layaknya orang Jawa, dan tidak mau
dipanggil Yuk Lien Nio, ia bahkan memiliki nama Jawa – Tarlinah – karena ia
sadar bahwa ia juga merupakan keturunan Jawa.
Kaum
muda dari etnis Cina juga dapat terlihat dari Ing Liem yang tidak pernah mengunggul-unggulkan
etnisnya dan tidak pernah menganggap rendah etnis Jawa. Bahkan Ing Liem beusaha
ikut mengubah pandangan etnisnya terhadap etnis Jawa.
Kaum
muda dari etnis Jawa dapat terlihat dari Karmodo. Pandangan umum tentang etnis
Jawa adalah miskin, bergantung pada etnis Cina, dan selalu patuh pada etnis
Cina dapat diubah oleh Karmodo. Karmodo dewasa berubah menjadi orang yang
berwenang, jujur, tegas, berwibawa, serta tidak bergantung manurut pada etnis
Cina.
Selain
hal-hal yang telah dijelaskan diatas, novel Tunggak-Tunggak
Jati mengangkat suasana desa yang miskin, dan bergantung pada penguasa
(penguasa yang dimaksud adalah Tan Bian Biau). Suasana desa yang miskin
digambarkan dengan penamaan tokoh-tokoh Kastam, Lauri, Salmah, Suwaji dsb.
Latar
Waktu
Latar waktu pada novel Tunggak-Tunggak Jati adalah ketika adanya tragedi pembalakan liar
secara besar-besaran di Jawa timur sekitar tahun 1977-an. Hal ini dibuktikan
dengan cerita pada novel yang mengangkat tentang penyalahgunaan lahan sewaan
oleh Tan Bian Biau. Selain itu, latar waktu juga ditunjukkan oleh
diterbitkannya buku pada tahun 1977.
Makasih banyak min.. membantu buat tugas..
BalasHapus