Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 19 Juli 2014

Peringkat Latar/Setting Novel Tunggak Tunggak Jati

Peringkat Latar/Setting Novel Tunggak Tunggak Jati
Latar Tempat
            Latar tempat pada novel Tunggak-Tunggak Jati – secara implisit – terdapat pada provinsi Jawa Timur, tepatnya pada kota - secara implisit - Tulungagung. Penganalisis dapat menyimpulkan bahwa provinsi yang menjadi latar tempat novel Tunggak-Tunggak Jati dikarenakan tokoh yang ada pada novel menggunakan dialek Jawa Timuran, dibuktikan dengan adanya kutipan berikut:
            “Kangmasmu saiki dadi wong pangkat sa-Jawa Timur. Apa iya kowe trima arep dadi gundhike Cina. Pikiren ta. Aja mbregudhul kaya karepmu dhewe. Nek kangmasmu nganti krungu, saiba dukane.”
            Kutipan yang lain, “Byangane ki. Lanang dhewe tah kowe, mandhor dhongkol?”
            “Cangkemmu aja angger mangap, Tam. Dupeh kowe dadi waker anyaran kuwi ta njur ngablak sapenake.” Cuh! Lauri idu.
            “Gak ngelmu gak cekeremes. Pokoke ngakuwa, kowe mentas saka ngendi?”
            Dialek Jawa Timuran juga tampak pada kutipan percakapan Lien Nio, “Lauri, lan kowe Kastam! Padha eneng apa wong-wong iki?”
Sedangkan kota Tulungagung sebagai latar tempat yang lebih mendetil dikarenakan adanya dusun Kalidawir, Kaliwirang, Parijatah, dan Alas Tirtaganda. Diantara lokasi-lokasi diatas, latar tempat novel Tunggak-Tunggak Jati – memiliki unsur latar tempat – lokasi tertentu, yakni rumah Tan Bian Biau, Alas Tirtaganda, rumah Karmodo, rumah Suwaji, jalan desa, dan rumah Salmah.
            Pelukisan tempat pada novel Tunggak-Tunggak Jati menyaran pada sifat kedaerahan, atau berupa pengangkatan suasana daerah. Daerah yang dimaksud pada novel ini adalah daerah pedesaan yang sebagian wilayahnya adalah ladang milik negara yang biasanya ditanami macam-macam tanaman, terutama pohon jati. Pengangkatan suasana kedaerahan pada novel ini menyebabkan latar tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional. Ia akan mempengaruhi pengaluran dan penokohan, dan karenanya menjadi koheren dengan cerita secara keseluruhan(Burhan Nurgiyanta, Teori Pengkajian Fiksi: 228).
            Apabila latar tempat diganti nama menjadi kota/desa lain di Jawa tidak akan menciptakan cerita novel Tunggak-Tunggak Jati­i, karena novel ini tercipta karena unsur tempat memang terdapat banyak pohon Jati yang pada saat itu terjadi penggelapan kayu besar-beasran(ada hubungannya dengan latar waktu). Dengan demikian, cerita novel Tunggak-Tunggak Jati terasa nyata ketika dibaca – walaupun tokohnya (mungkin) fiktif - , karena penggambaran tempat oleh pengarang dibuat secara detil.

Latar Suasana
            Latar suasana novel Tunggak-Tunggak Jati menyaran pada pembauran etnis Cina dan Etis Jawa. Etnis Cina digambarkan melalui tokoh-tokoh yang bernama Tan Bian Biau, Lien Nio, Siau Yung dan Ing Liem. Sedangkan etnis Jawa digambarkan dengan tokoh-tokoh Karmodo, bapak dan ibu Karsonto, Karsini, Kastam, Lauri, Jumanan, Pak Mujahit, Sauji dsb.
Pada novel Tunggak-Tunggak Jati terdapat konflik diantara kaun tua dari masing-masing etnis. Kaum tua dari etnis Cina, yaitu Tan Bian Biau yang menganggap etnis Jawa adalah kaum jongos yang tergantung dengan majikan(etnis Jawa), serta patut untuk di injak-injak. Bahkan Tan Bian Biau tidak pernah mengenalkan atau mempertemukan Lien Nio kepada keluarga dari ibunya yang berasal dari etnis Jawa. Tan Bian Biaupun murka ketika Lien Nio mempunyai hubungan dengan Karmodo, hingga akhirnya Karmodo diusir dari rumah Tan Bian Biau.
Kaum tua dari etnis Jawa adalah bapak dan ibu Karsonto yang menganggap etnis Cina adalah kaum yang kikir, serakah, dan licik. Hal ini dibuktikan ketika bapak dan ibu Karsonto hendak berhenti bekerja di rumah Tan Bian Biau, mereka harus meninggalkan Karsini sebagai balas budi mereka kepada Tan Bian Biau. Pemikiran bapak dan ibu Karsontopun menjadi anti terhadap Cina, bahkan bapak dan ibu Karsonto melarang Karsini berhubungan dengan Ing Liem.
Pandangan kaum tua dapat diubah oleh kaum muda dari masing-masing etnis. Kaum muda dari etnis Cina dapat terlihat melalui Lien Nio yang tidak mengakui bahwa dirinya etnis Cina adalah dengan selalu berpakaian layaknya orang Jawa, dan tidak mau dipanggil Yuk Lien Nio, ia bahkan memiliki nama Jawa – Tarlinah – karena ia sadar bahwa ia juga merupakan keturunan Jawa.
Kaum muda dari etnis Cina juga dapat terlihat dari Ing Liem yang tidak pernah mengunggul-unggulkan etnisnya dan tidak pernah menganggap rendah etnis Jawa. Bahkan Ing Liem beusaha ikut mengubah pandangan etnisnya terhadap etnis Jawa.
Kaum muda dari etnis Jawa dapat terlihat dari Karmodo. Pandangan umum tentang etnis Jawa adalah miskin, bergantung pada etnis Cina, dan selalu patuh pada etnis Cina dapat diubah oleh Karmodo. Karmodo dewasa berubah menjadi orang yang berwenang, jujur, tegas, berwibawa, serta tidak bergantung manurut pada etnis Cina.
Selain hal-hal yang telah dijelaskan diatas, novel Tunggak-Tunggak Jati mengangkat suasana desa yang miskin, dan bergantung pada penguasa (penguasa yang dimaksud adalah Tan Bian Biau). Suasana desa yang miskin digambarkan dengan penamaan tokoh-tokoh Kastam, Lauri, Salmah, Suwaji dsb.
Latar Waktu

            Latar waktu pada novel Tunggak-Tunggak Jati adalah ketika adanya tragedi pembalakan liar secara besar-besaran di Jawa timur sekitar tahun 1977-an. Hal ini dibuktikan dengan cerita pada novel yang mengangkat tentang penyalahgunaan lahan sewaan oleh Tan Bian Biau. Selain itu, latar waktu juga ditunjukkan oleh diterbitkannya buku pada tahun 1977.

1 komentar: