Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 18 Juli 2014

GANGGUAN BERBICARA AKIBAT FAKTOR RESONANSI (BIBIR SUMBING) PADA ANAK USIA 7-8 TAHUN











GANGGUAN BERBICARA AKIBAT FAKTOR RESONANSI (BIBIR SUMBING) PADA ANAK USIA 7-8 TAHUN

Disusun guna memenuhi tugas akhir semester
mata kuliah Psikolinguistik Bahasa Jawa

                                                                 Disusun oleh :
Nama                            
: Yoke Ana Marlina
NIM
: 2601411062
Rombel
: 3



JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri(Kridalaksana). Bahasa yang yang dimaksud adalah bahasa yang keluar dari alat ucap manusia. Jawaban tradisional atas pertanyaan apakah fungsi bahasa adalah bahwa bahasa merupakan alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 1995). Dengan demikian organ alat ucap pada manusia harus normal dan sempurna agar bunyi bermakna yang keluar dapat digunakan untuk interaksi sosial.
Ketidaksempurnaan pada alat ucap manusia menyebabkan terjadinya gangguan berbicara, yakni bahasa yang keluar dari alat ucap manusia menjadi kurang dimengerti atau bahkan tidak dimengerti oleh mitra tutur sehingga pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan tidak dapat tersampaikan.  Gangguan berbicara dapat disebabkan oleh faktor resonansi. Gangguan akibat faktor resonansi menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau, misalnya pada anak sumbing.
Bibir sumbing merupakan kondisi rongga mulut, yakni tidak memiliki langit-langit keras sampai belahan bibir atas sejak lahir. Pada anak sumbing, suaranya bersengau karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui efek-efek di langit-langit keras, sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.

1.2         Rumusan Masalah
Sebagaimana yang telah diungkapkan pada latar belakang terdapat fenomena gangguan berbicara akibat faktor resonansi. Penelitian ini memiliki pokok permasalahan yaitu:
1.      Bagaimanakah bentuk ujaran pada anak usia 7-8 tahun yang memiliki gangguan berbicara akibat faktor resonansi?
2.      Bagaimana pengaruh dari gangguan berbicara akibat faktor resonansi pada anak usia 7-8 tahun terhadap kehidupan sehari-hari?

1.3       Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk:
1.3  Memperoleh kejelasan deskriptif bentuk ujaran pada anak usia 7-8 tahun yang memiliki gangguan berbicara akibat faktor resonansi.
2.3  Mengetahui pengaruh dari gangguan berbicara akibat faktor resonansi pada anak usia 7-8 tahun terhadap kehidupan sehari-hari.

1.4       Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.             Manfaat Teoritis
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai tuturan anak sumbing yang diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam kajian psikolinguistik mengenai gangguan berbicara.
2.             Manfaat Praktis
Kegunaan praktis penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran deskripsi mengenai bentuk bentuk ujaran pada anak usia 7-8 tahun yang memiliki gangguan berbicara akibat faktor resonansi. Penelitian ini juga bermanfaat agar dapat memahami anak yang mengalami gangguan berbicara akibat faktor resonansi.













BAB II
LANDASAN TEORI

2.1         Psikolinguistik
Psikolinguistik menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan bahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Salma Cazahu, 1973)
2.2         Gangguan Berbahasa
Gangguan berbahasa secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni gangguan akibat faktor medis dan gangguan akibat faktor faktor lingkungan sosial. Gangguan akibat faktor medis merupakan gangguan yang diakibatkan gangguan yang diakibatkan oleh kelainan fungsi otak maupun kelainan alat-alat bicara.
2.3         Gangguan Mekanisme Berbicara
Gangguan mekanisme berbicara merupakan ketidaksempurnaan ujaran yang diucapkan manusia  karena adanya kelainan pada pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan, dan paru-paru.
2.4         Gangguan Akibat Faktor Resonansi
Gangguan akibat faktor resonansi ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau. Pada orang sumbing, misalnya, suaranya menjadi bersengau (bindeng) karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui defek di langit – langit keras (palatum), sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu. Hal ini trjadi juga pada orang yang mengalami kelumpuhan pada langit – langit lunak (velum). Rongga langit – langit itu tidak memberikan resonansi yang seharusnya, sehingga suarnya menjadi besengau. Penderita penyakit miastenia gravis (gangguan yang menyebabkan otot menjadi lemah dan cepat lelah) sering dikenali secara langsung karena kesengauan ini.

















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1         Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, penulis mengambil objek penelitian berupa sample anak berusia 7-8 tahun yang mengalami gangguan berbicara akibat faktor resonansi, yakni sumbing sebagai variebel utama dan sample anak berusia 7-8 tahun yang berbicara secara normal.

3.2         Pendekatan Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yakni berusaha untuk mendeskripsikan bentuk ujaran pada anak usia 7-8 tahun yang memiliki gangguan berbicara akibat faktor resonansi.
Pada tahap pertama yakni observasi mengunakanan teknik semak, catat non cakap yang penulisannya berdasarkan transkripsi fonetis. Pada tahapan selanjutnya penelitian ini menindaklajuti dengan studi lapangan teknik semak−catat−cakap pada responden, cakap yang dilakukan pada tahap ini berupa percakapan langsung dengan percakapan terarah yang bermaksud untuk mengetahui bentuk ujaran pada anak usia 7-8 tahun yang memiliki gangguan berbicara akibat faktor resonansi penelitian ini menggunakan teknik rekam dengan media telepon seluler. Teknik akhir dalam pengumpulan data yaitu menggunakan wawancara.

3.3         Data dan Sumber Data
Paneliti menentukan ujaran anak yang mengalami gangguan berbicara akibat resonansi pada usia 7-8 tahun sebagai data. Kemudian, data yang berupa ujaran lisan akan direkap ke dalam bahasa tulis, sehingga akan dapat dianalisis. Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber data penelitian ini adalah ujaran anak berusia 7-8 tahun yang dianggap relevan yang diambil secara acak
.
3.4         Teknik Pengumpulan Data
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, penelitian gangguan berbicara akibat faktor resonansi pada anak 7-8 tahun ini pada tahap pengumpulan data menggunakan metode pupuan lapangan yakni semak−catat−non cakap pada langkah awalnya.

3.5         Teknik Analisis Data
Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan ntuk mengungkap gejala-gejala atau keadaan yang terjadi pada subjek penelitian. Keadaan yang akan dideskripsikan pada penelitian ini adalah bentuk ujaran anak berusia 3-4 tahun yang mengalami gangguan berbicara akibat faktor resonansi.
Setelah data didapat dan direkap menjadi ujaran bentuk tulis, maka tahap berikutnya adalah tahap analisis data. Pemnganalisisan data penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Dimana data dijelaskan sesuai dengan teori gangguan berbicara akibat faktor resonansi. Setelah data dianalisis maka kemudian diadakan penyimpulan hasil penelitian.

3.6         Teknik Pemaparan Hasil Analisis Data
Setelah data pada tahap observasi, dan penganalisisan terpenuhi dan penelitian telah mendapatkan validasi atas kebenarannya. Analisis data dapat dipaparkan dalam bentuk diskripsi.






































BAB IV
PEMBAHASAN

4.1         Bentuk Ujaran Pada Anak Usia 7-8 Tahun Yang Memiliki Gangguan Berbicara Akibat Faktor Resonansi.
Anak yang menjadi objek penelitian adalah anak yang memiliki bibir sumbing, namun saat ini telah dioperasi. Bibir atas sampai langit-langit atas sudah tertutup rapat, namun sampai sekarang masih terdapat gangguan berbicara ketika mengucapkan kata-kata yang mengandung N (nasal), fonem /s/ ; /r/ ; /k/ ; /c/ ; / g/ ; /j/ ; /l/ ; dan  /q/.
Pada penelitian ini ditemui tuturan sengau dari anak sumbing sebagai objek penelitian Gangguan Berbicara Akibat Faktor Resonansi, berikut data yang diperoleh.
Kutipan
Peneliti  : Mas Ata nderek ning mbah gelem rak?
Ata        : Me-/l/-u, /t/-api ngen-/t/-eni mamah shik.
                 Melu, tapi ngenteni mamah sik.
Peneliti  : Lha mamah ning ndi ta?
Ata        : Mamah /j/-e-/k/ ning pashal:
              Mamah jek ning pasar.
Peneliti  : Lho, yah mene kok durung kondur?
Ata        : Bia-/s/-a pa-/l/-ing do-/l/-a-/n/ /k/-a-lo /k/-an-/c/-a /k/-an-/c/-a ne
              Biasa paling dolan karo kanca-kancane.

Kutipan dialog diatas merupakan dialong antara peneliti dan objek penelitian. Fonem-fonem yang diberi tanda /../ pada transkripsi bahasa lisan tersebut diatas berarti fonem tersebut terdengar sengau ketika diucapkan oleh anak yang memiliki bibir sumbing.

4.1         Pengaruh Gangguan Berbicara Akibat Faktor Resonansi Pada Anak Usia 7-8 Tahun Terhadap Kehidupan Sehari-hari.
Objek penelitian yang merupakan anak laki-laki usia 8 tahun jika dilihat dari penampilan, tidak terlihat adanya rasa minder atau malu dengan gangguan berbicaranya. Objek penelitian tidak mengalami kesulitan dalam belajar di sekola, bermain dengan teman, maupun hubungannya dengan anggota keluarga lain.
Objek penelitian tetap dapat bersosialisasi dengan lancar dengan warga sekolah. Hal ini dibuktikan dengan banyak teman yang suka bermain dengan dirinya serta objek penelitian adalah pribadi yang ekstrovert, suka bergaul, dan mudah bergaul. Hal serupa nampak pula pada hubungannya dengan teman sebaya di lingkungan non sekolah.
Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa ketidak sempurnaan alat bicara membuatnya agak kesulitan untuk berkomunikasi walaupun bibirnya telah tertutup rapat karena operasi. Gangguan berbicaranya membuat orang-orang yang berkomunikasi dengannya harus memperhatikan dengan fokus.

BAB V
PENUTUP

5.1         Simpulan
Sejalan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah di sampaikan di bagian depan serta uraian yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, dapat dikemukakan simpulan bahwa anak yang memiliki bibir sumbing akan mengeluarkan bunyi sengau ketika mengucapkan fonem yang berproses di langit-langit atas, yakni langit-langit lunak sampai langit-langit keras. Simpulan lain yang dapat dikemukakan adalah bunyi sengau akibat bibir sumbing tidak menjadikan objek peneliti menjadi pribadi yang minder dan rendah diri.

























DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar